BERAGAM media terus mengangkat proses Pemilihan Presiden RI tahun 2024. Hasil-hasil survey terus dipublikasi, meskipun hasil survey belum menentukan hasil akhir.
Yang bisa disimak dari hasil survey adalah nama-nama bakal calon Presiden dan Wakil Presiden. Setidaknya ada beberapa nama yang paling menonjol. Sebut saja seperti Prabowo Subyanto, Gandjar Pranowo, Anies Baswedan, Puan Maharani, Sandiaga Uno, Andika Perkasa, Airlangga Hartato, Agus Harimurti Yudoyono, Ridwan Kamil, Erick Thohir, dan sejumlah nama lainnya.
Dalam survey-survey dan percakapan politik, kurang disentuh tentang latar belakang calon. Dalam hal ini sipil atau militer. Dari beberapa bakal calon yang sudah disebutkan tadi, tergambar masih lebih banyak calon dengan latar belakang sipil dibanding militer.
Kalau dibagi dalam dua kelompok latar belakang itu, maka calon dari latar belakang militer yang paling menonjol ada tiga nama. Yaitu Prabowo Subiyanto, Andika Perkasa, dan Agus Harimurti Yudoyono (AHY).
Ketiganya memiliki kans yang sama untuk jadi pilihan. Hanya saja masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya.
Untuk keunggulan, dari sisi partai pendukung, jelas Prabowo dan AHY punya peluang untuk dicalonkan, dibanding Andika Perkasa. Karena Prabowo dan AHY punya kendaraan politik. Meskipun harus berkoalisi untuk memenuhi syarat pencapresan. Tapi dari sisi kepangkatan, jelas Andika Perkasa lebih unggul karena berpangkat Jenderal penuh.
Dari sisi kelemahan, Prabowo yang sudah tiga kali ikut dalam kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, posisi tawarnya mungkin menurun. Artinya, rakyat pemilih mungkin menghendaki wajah baru.
Sementara, AHY tampaknya kurang diminati. Karena dianggap hanya jadi “boneka” politik dari ayahnya Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Partai Demokrat yang dulu pernah membawa kesuksesan SBY menjadi Presiden dua periode, tapi akhirnya kurang mendapat simpati lagi dari masyarakat di saat kader-kadernya masuk jurang korupsi. Begitu juga AHY yang menggantikan posisi ayahnya di Partai Demokrat banyak mendapat resistensi dari para seniornya.
Kemudian soal Andika Perkasa, ia memang memiliki kompetensi sebagai bakal calon. Tapi partai-partai yang akan mengusung calon, baru Partai NasDem yang menyebut dia sebagai bakal calon. Bahkan akhirnya NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon Presiden.
Selanjutnya, kita melihat para bakal calon dari latar belakang sipil. Ada Gandjar Pranowo, Anis Baswedan, Puan Maharani, Sandiaga Uno, Airlangga Hartato Ridwan Kamil, dan Erick Thohir
Untuk Gandjar Pranowo, ia memang mendapat dukungan cukup signifikan, bila dilihat dari hasil survey. Tapi kendaraan politiknya masih kabur. Karena di PDIP ia sendiri akan terganjal oleh kehadiran Puan Maharani, putri Mahkota Megawati. Kalaupun ia masuk dalam kontestasi, kemungkinan besar adalah menjadi Calon Wakil Presiden, dimana Calon Presidennya Puan Maharani. Pasangan Puan-Gandjar merupakan alternatif. Tapi kalau Megawati mau berbesar hati, akan lebih baik Gandjar yang jadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presidennya Puan. Hal ini memungkinkan, karena PDIP satu-satunya partai yang bisa mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Untuk Puan Maharani menjadi calon Presiden, memang meragukan. Baik dari hasil survey maupun dengar-dengar dari berbagai perbincangan politik, untuk saat ini Puan sebaiknya hanya sebagai calon Wakil Presiden.
Sebelum lanjut dengan nama calon sipil lainnya, melihat sepak terjang Gandjar Pranowo, sebetulnya harus diakui Gandjar belum punya prestasi yang luar biasa. Ia hanya dikenal sebagai mantan Anggota DPR RI dan saat ini sebagai Gubernur Jawa Tengah. Hanya saja ia diunggulkan karena dia orang Jawa dan dari partai besar.
Tapi baru saja PSI menjadikan Gandjar Pranowo sebagai bakal calon Presiden.
Kita setuju dan sependapat dengan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Jenderal (Purn) Luhut Pandjaitan, bahwa yang bisa jadi Presiden saat ini adalah orang Jawa. Hal senada juga disampaikan Anggota DPR RI asal Sulut, Hillary Lasut. Tidak tahu nanti 20 atau 30 tahun lagi ada orang non Jawa yang bisa jadi Presiden. Habibie memang pernah jadi Presiden, tapi hanya melanjutkan kepemimpinan Presiden Soeharto.
Untuk Puan Maharani, ia memang secara internal partai, lebih diunggulkan. Karena yang akan menentukan siapa Calon Presiden dari PDIP adalah Ibunya sendiri, Megawati. Puan memang pernah jadi Menteri dan saat ini Ketua DPR RI. Itu semua ia dapatkan lebih karena dia adalah anak dari Megawati. Itu tidak bisa dibantah, sekalipun Puan kurang suka dengan pendapat ini.
Nama lain dari sipil yang juga cukup signifikan adalah Anies Baswedan. Anies adalah mantan Menteri yang kemudian dicopot Jokowi dari kabinetnya. Tapi beruntung Anis bisa terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Keterpilihan Anis di Jakarta memang menjadi sorotan karena dinilai membawa politik identitas. Tapi Anies adalah calon alternatif yang cukup mendapat dukungan.
Dalam kontestasi pencapresan, ia baru saja mendapat dukungan dari NasDem yang sudah menyatakan namanya bakal calon Presiden.
Selanjutnya nama Sandiaga Uno. Ia juga punya kans jadi calon Presiden atau Wakil Presiden. Hanya saja ia juga butuh kendaraan partai. Di Gerindra tempat ia bernaung sudah pasti tidak bisa menggeser Prabowo. Kalaupun menjadi calon Wakil Presiden lagi seperti sebelumnya, kemungkinannya kecil. Karena Gerindra sudah resmi berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Artinya masih memungkinkan Prabowo memilih Muhaimin Iskandar sebagai calon Wakil Presiden.
Kemudian Airlangga Hartato, namanya cukup santer sebagai bakal calon Presiden dari kubu KIB (Koalisi Indonesia Bersatu). Sebagai Ketua Golkar, Airlangga punya kans sebagai calon. Tapi melihat kondisi Partai Golkar saat ini, memang sudah jauh berbeda dibanding dengan saat Orde Baru berkuasa. Di berbagai daerah di Indonesia, kekuatan Golkar juga terlihat menurun.
Nama lainnya adalah Erick Thohir. Ia memang cukup populer. Tapi dari hasil-hasil survey dan perbincangan berbagai kalangan, ia kurang mendapat dukungan. Namun karena jalan menuju pemilihan Presiden dan Wakil Presiden masih panjang, maka siapa tahu dia menjadi calon alternatif yang bisa diunggulkan.
Begitu pula dengan Ridwan Kamil. Ia juga sebetulnya punya kans yang sama dengan bakal calon lainnya. Tapi apakah ada partai yang akan mengusung dia, itu yang belum pasti.
Dengan paparan antara calon berkatarbelakang militer dan sipil ini, maka rakyat Indonesia akan diberi kebebasan untuk memilih. Apakah ingin dipimpin berlatarbelakang militer atau sipil?
Dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia, dari sejumlah Presiden yang pernah memerintah Indonesia, baru dua Presiden yang berlatarbelakang militer. Yaitu Jenderal (Purn) Soeharto dan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudoyono.
Kedua Jenderal ini memerintah Indonesia dalam kurun waktu yang cukup panjang. Soeharto selama 32 tahun dan SBY selama 10 tahun.
Soeharto nyaris jadi Presiden seumur hidup, kalau saja tidak ada Gerakan Reformasi. Sementara SBY dibatasi oleh aturan pasca Reformasi, jabatan Presiden RI hanya bisa 2 periode.
Meskipun keduanya memliki karakter yang sama dalam hal kepemimpinan militer. Tapi situasi masa kepemimpinannya berbeda. Soeharto di masa kepemimpinannya menerapkan satu komando dan sentralistik. Ada positifnya dan ada negatifnya. Secara positif posisi pemerintahan sangat kuat, dimana rakyat harus tunduk pada kemauan pemerintah. Dengan demikian program-program bisa berjalan. Namun di sisi negatif, rakyat menjadi pasif dalam pengambilan keputusan dan tidak demokratis.
Dalam politik kekuasaan, Golongan Karya menjadi superpower. Sementara Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan di masa Orde Baru hanya “pemanis” saja sebagai tanda ada demokrasi.
Soeharto menjadi seperti Dewa Penguasa. Ia juga membungkam pers. Media yang membuat berita yang mengeritik pemerintah akan diberangus atau istilah kerennya dibreidel. Selain itu, korupsi di lingkaran Soeharto pun menjadi-jadi. Dan rakyat Indonesia memang sudah jenuh dengan kepemimpinan Soeharto. Rakyat Indonesia menginginkan perubahan (Reformasi).
Kemudian, masa kepemimpinan SBY. Di saat SBY memerintah situasi zaman di Indonesia sudah berubah. SBY harus menyesuaikan diri dengan era Reformasi, dimana kedaulatan rakyat semakin kuat. Dan Reformasi hampir-hampir kebablasan.
Di periode pertama 5 tahun, SBY cukup memberikan prestasi yang patut dihargai. Tapi di periode 5 tahun kedua, pemerintahannya mulai mengalami kemunduran. Terutama karena para pelaku korupsi banyak yang dari kader-kader Partai Demokrat sendiri yang dipimpinnya. Begitu pula dalam manajemen perekonomian, SBY pun mendapat sorotan, terutama kasus Bank Century, Mafia Perpajakan, dan penanganan kasus korupsi.
Dari dua mantan Presiden berlatarbelakang militer ini, bisa menjadi patokan bagi rakyat Indonesia untuk memilih.
Kemudian, Presiden yang berasal dari sipil. Yaitu, Soekarno, Habibie, Abdurachman Wahid, Megawati, dan Joko Widodo.
Di masa Soekarno, harus diakui adalah masa-masa sukar bagi Indonesia yang baru merdeka. Di awal pemerintahannya ia diperhadapkan dengan agresi Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Berlanjut dengan pemberontakan beberapa daerah di Indonesia. Dan berlanjut dengan peristiwa yang sangat melukai hati bangsa Indonesia, yaitu Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia di tahun 1965.
Setelah masa genting itu, di tahun 1967 terjadi peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Peralihan kekuasaan itu berawal dari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang kontroversi.
Setelah 32 tahun Soeharto memimpin, ia harus menerima kenyataan dilengserkan oleh rakyatnya sendiri, melalui demo mahasiswa. Tanggal 21 Mei 1998 ia terpaksa mundur dari jabatan Presiden. Lalu ia digantikan BJ Habibie.
Pemerintahan BJ Habibie memang tidak lama, hanya sekitar 1 tahun saja, kemudian hasil keputusan MPR memilih Abdurachman Wahid sebagai Presiden di tahun 1999.
Karena singkatnya masa pemerintahan BJ Habibie, sulit mengukur keberhasilan atau kegagalannya. Hanya saja ada catatan sejarah yang pasti akan selalu diingat, bahwa di masa Habibie menjadi Presiden, wilayah Timor-Timur lepas dari NKRI.
Di masa Abdurachman Wahid juga penuh kontroversi. Di satu sisi ia membawa angin segar dalam demokrasi dan kebebasan agama, di sisi lain banyak keputusan kontraproduktif dari kebijakannya. Akibatnya ia dilengserkan, dan digantikan Megawati sebagai Wakil Presiden saat itu. Dalam masa kepemimpinan Gus Dur, panggilan akrabnya, ia menghapus Departemen Penerangan, perayaan Imlek jadi hari libur Nasional, Agama Khonghucu diakui resmi, nama Papua menggantikan Irian Jaya, Kepolisian dipisahkan dari ABRI, dan lainnya. Namun ia hanya memerintah selama 2 tahun. Karena pada 23 Juli 2001 ia dilengserkan oleh MPR.
Berganti dengan masa kepemimpinan Megawati yang melanjutkan periode Gus Dur, pemerintahan Megawati melakukan kebijakan-kebijakan yang positif. Baik di bidang politik, yang salah satunya adalah pemilihan Presiden secara langsung, pemberantasan korupsi (hadirnya KPK), pemberdayaan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan kebijakan lainnya.
Hanya saja di masa tiga tahun kepemimpinannya (2001-2004) ia tidak bisa melanjutkan kebijakan-kebijakannya, karena ia kalah dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004. Dimana SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kemenangan.
Selanjutnya, Joko Widodo. Di masa periode pertama, ia mendapat dukungan positif karena kebijakan-kebijakannya yang populer dan pro rakyat. Tapi di masa periode keduanya, ia mulai mendapat kritikan. Terutama karena kebijakannya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain itu masalah utang negara yang terus membengkak memberikan gambaran Jokowi membawa beban bagi Presiden berikutnya.
Dengan gambaran ini, maka rakyat Indonesia diberikan dua pilihan, apakah akan memilih Presiden dengan latar belakang sipil atau militer.
Yang jelas sedikitnya ada tiga tugas penting yang akan diemban Presiden di periode 2024-2029. Pertama, kestabilan politik. Kedua, pertumbuhan ekonomi. Dan ketiga penegakan hukum.