Pangucapan Syukur

Oleh: Denni H. R. Pinontoan, Dosen Institut Agama Kristen Negeri Manado.

Redaksi LensaUtara
Redaksi LensaUtara
6 menit Membaca
Ilustrasi.(Foto: ist.)

L. Adam menulis tentang satu hal kehidupan orang-orang Minahasa di awal abad ke-20. Masih terdapat kebiasaan di kalangan orang-orang Minahasa di beberapa negeri melaksanakan ibadah di sawah-sawah ketika panen padi. Ibadah Kristen yang sudah mengganti fosso atau ritual agama leluhur mereka. Melihat itu, gereja lalu mengubahnya menjadi ibadah syukur panen di rumah gereja.

Denni H. R. Pinontoan.(Foto: ist.)

Mungkin yang Adam tulis itu adalah awal “pangucapan syukur” seperti yang dikenal sekarang. Yaitu, ibadah di gedung gereja lalu menjamu tamu untuk makan-makan sebagai ekspresi syukur kepada Yang Ilahi.

Ritual syukur atas keberhasilan panen sebetulnya umum di banyak etnis. Tanah sudah memberi kehidupan. Kehadiran Yang Ilahi dihayati melalui kesuburan tanah yang menghidupan segala jenis tanaman. Manusia terhubung dengan tanah, tanaman, hewan, hutan, sungai, laut, langit dan lain sebagainya. Semua itu terhubung pula dengan komunitasnya. Manusia menghayati hubungan-hubungan itu dalam kesadarannya terhadap adanya Yang Ilahi sebagai penyebab kehidupan, pemberi berkat dan pemelihara semesta.

Para leluhur Minahasa, jauh ke belakang, ketika mendirikan pemukiman (wanua/roong), mereka menandainya dengan suatu ritual peresmian. Ada dua batu yang didirikan di satu bagian pemukiman baru itu. Yang satu tegak berdiri (simbol laki-laki), dan yang satu lagi direbahkan (simbol perempuan). Ini yang disebut “watu tumotowa”. Macam-macam orang mengartikannya kini. Tapi, menurut saya artinya adalah “batu tanda kehidupan dimulai lagi”. Ia kemudian menjadi pusat ritual komunitas.

Setelah ritual mendirikan “watu tumotowa”, maka menyusul ritual berhari-hari yang berkaitan dengan kultus terhadap kesuburan tanah dan padi. Ada ritual membuka ladang baru, ritual menyemai dan menanam bibit padi. Akhir dari semua proses itu adalah ritual panen padi baru. Pada malam hari orang-orang di wanua atau roong itu melakukan ritual yang dipimpin oleh walian. Perempuan dan laki-laki menyanyi dan menari dengan hiasan “bunga padi” yang disisipkan di telinga.

Bagikan Artikel ini
Tinggalkan ulasan

Liputan Khusus

Berita, Update, Preview Pertandingan

selama Piala Dunia 2022 Qatar hanya di LensaUtara.id

adbanner