Menelusuri Sejarah Rumah Sakit Noongan, Hadiah Belanda untuk Minahasa

Jeffry Pay
Jeffry Pay
3 menit Membaca
Rumah Sakit Noongan ketika baru dibangun.(Foto: ist.)

PADA 16 Juli 2022 ini, Rumah Sakit Umum Daerah Noongan akan merayakan ulang tahunnya ke-88. Dipilihnya tanggal 16 Juli, karena dalam sejarahnya Rumah Sakit yang dulunya dikenal dengan Sanatorium Noongan ini, mulai dibuka pada 16 Juli 1934.

Rumah sakit ini awalnya merupakan rumah sakit khusus perawatan penyakit Tuberkulosis (paru-paru/TBC). Karena itu rumah sakit ini juga pernah dikenal dengan nama Rumah Sakit Paru-Paru (RSPP) Noongan. Tapi saat ini sudah menjadi Rumah Sakit Umum, yang dikelolah Pemerintah Provinsi Sulut.

Berlokasi di desa yang sejuk, rumah sakit ini merupakan hadiah dari Bangsa Belanda. Kisahnya, pada tahun 1929 ada perayaan 250 tahun Persahabatan Belanda-Minahasa. Dimana Persahabatan itu terkait dengan kontrak (Verbond) Belanda-Minahasa tanggal 10 Januari 1679.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr de Jonge ketika tiba di Rumah Sakit Noongan tanggal 2 Oktober 1934 untuk meresmikannya.(Foto: ist.)

Dalam kontrak yang sangat bersejarah itu, ada perjanjian kerja sama antara Belanda dan Minahasa. Hal itu terjadi, karena orang Minahasa yang merasa terancam dengan kerajaan dan suku-suku lain di sekitar Minahasa, terutama Bolaang Mongondow, ingin mendapat perlindungan Belanda.

Berdasarkan kerja sama itulah, pada peringatan 250 tahun persahabatan tersebut, Belanda ingin memberi hadiah kepada Minahasa. Maka atas kebijakan Ratu Belanda di masa itu, yaitu Ratu Wilhelmina, maka Belanda membangun Rumah Sakit Noongan. Dan nama awal rumah sakit itu adalah Het Koningin Emma Sanatoroum (Sanatorium Ratu Emma). Ratu Emma adalah ibunda dari Ratu Wilhelmina.

Berdirinya Rumah Sakit Noongan, di Kota Langowan, Minahasa, memang tidak lepas dari peran pemerintakan kolonial Belanda. Di tahun 1930-an penyakit TBC (Tuberkulosis) mewabah di Indonesia, termasuk di Sulawesi Utara.

Pemerintah Belanda kemudian berinisiatif membangun rumah sakit khusus penyakit TBC. Setelah melakukan survey di beberapa tempat, akhirnya lokasi yang dipilih adalah Noongan. Hal ini karena tempatnya yang sejuk dan berada di pinggiran kota Langowan.

Dengan dana awal 190.000 gulden, dimulailah proyek pembangunan sanatorium tersebut sejak tahun 1932. Sanatorium yang diberi nama Koningin Emma (Ratu Emma) ini, pada awal beroperasi memiliki kapasitas 62 tempat tidur, dilengkapi peralatan lengkap.

Nama Ratu Emma adalah untuk mengenang Ratu yang adalah ibu dari Ratu Willhelmina yang memerintah Belanda saat itu. Arsitektur rumah sakit itu berbentuk E (Emma), dan mulai dibuka dan beroperasi pada 16 Juli 1934.

Rumah Sakit itu kemudian dikunjungi dan diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. de Jonge pada 2 Oktober 1934, setelah ia meresmikan berdirinya GMIM tanggal 30 September 1934.

Perjalanan Gubernur Jenderal tsb diberitakan koran-koran berbahasa Belanda. Pada tahun 1998 Rumah Sakit Umum Daerah Noongan yang berstatus Rumah Sakit Khusus Tubercoloses Paru, berubah menjadi Rumah Sakit Umum lewat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Utara Nomor 23 Tahun 1998.(jeffry)

Bagikan Artikel ini
Tinggalkan ulasan

Liputan Khusus

Berita, Update, Preview Pertandingan

selama Piala Dunia 2022 Qatar hanya di LensaUtara.id

adbanner