MANADO, LensaUtara.id – Pengamat politik dari Unsrat, Dr. Ferry Daud Liando mengatakan, ada tiga motivasi orang ingin berkuasa.
“Kekuasaan secara teoritis merupakan arena para politisi untuk memperjuangkan dan merumuskan kebijakan publik dalam institusi politik. Kebijakan publik mana yang akan dipilih akan sangat tergantung pada kepiawaian dan lobi,” ujarnya, Senin (25/07).
Ketiga motivasi itu, tutur Liando, adalah: Pertama, merebut kekuasaan bermotif status atau kasta sosial. “Menurut teori Maslow bahwa kebutuhan tertinggi seseorang adalah pengakuan dan penghormatan dari orang lain. Orang yang sedang berkuasa, cenderung akan lebih dihormati dan dihargai. Semakin tinggi jabatan, maka semakin besar pula kekuasaanya. Semakin besar kekuasaan maka penghormatan atas dirinya akan semakin besar pula,” tuturnya.
Kedua, merebut kekuasaan bermotif ekonomi. Tidak dapat dipungkiri babwa tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat masih banyak didominasi para elit yang sedang berkuasa. “Kebijakan negara lebih berpihak pada kemakmuran para elit ketimbang kemakmuran untuk rakyat. Sekali-kali kita bisa membuka dokumen penganggaran publik. “Lihat betapa timpangnya persentase anggaran untuk publik dan anggaran kebutuhan para elit. Itu baru yang sifatnya resmi. Belum yang tidak resmi,” tambahnya.
Ketiga, motif untuk mendapatkan pelayanan publik yang istimewa. Masalah berat yang masih dialami bangsa ini adalah buruknya pelayanan publik terutama di sektor pemerintah. Hampir semua sektor layanan publik belum mencerminkan pelayanan yang meyenangkan. Mulai dari transportasi yang macet, kawasan kotor dan tidak nyaman, pelayanan kantor yang tidak bersahabat seperti sulitnya area parkir dan toilet kotor. Pejabat dan pegawai kerap tidak berada ditempat ketika ada masyarakat hendak membutuhkan pelayanan. Disuruh kembali di waktu atau hari lain tentu bermasalah apalagi kondisi kota sangat macet. Dalam hal pelayanan kesehatan, meski ada usaha untuk memperlakukan sama untuk semua pasien namun agak berbeda jika memperlakukan pasien yang kerabatnya memiliki kekuasaan.
Itulah sebabnya banyak pihak yang berlomba-lomba memperebutkan kekuasaan. Sebagian sanggup menjual harta benda dan meminjam uang di bank agar punya modal membeli dukungan partai politik (candidate buying) dan menyuap pemilih (money politic) agar bisa terpilih pada pemilu atau pilkada.
Sebagian ada yang bersekongkol dengan penyelenggara agar suaranya di-markup, sebagian juga menskenariokan konflik sosial agar mendapatkan keuntungan dari tindakannya itu.