Tantangan dan Peluang Menangani Penyakit Tropik Infeksi di Indonesia

Jakarta, LensaUtara.id – Guru Besar dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Erni Juwita Nelwan mengkaji tantangan dan peluang penyakit tropik infeksi di Indonesia.

“Penanganan penyakit tropik dan infeksi perlu melibatkan berbagai pihak. Banyaknya kasus yang ditangani tidak sebanding dengan jumlah dokter sub-spesialis penyakit tropik infeksi yang tidak sampai 100 orang di seluruh Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Erni menilai kehadiran dokter sub-spesialis penyakit tropik infeksi sangat krusial, lantaran mereka harus melayani dan merawat pasien, menjadi tim ahli dalam pembuatan kebijakan nasional, melakukan penelitian dan pengajaran, serta memberikan edukasi kepada masyarakat.

Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia masih dihadapkan pada masalah kesehatan, khususnya penyakit tropik dan infeksi, seperti malaria, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), tuberkulosis, dan hepatitis.

Berdasarkan data yang dihimpun, Indonesia merupakan negara dengan peningkatan kasus penyakit infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tercepat di Asia.

“Sementara itu populasi HIV nasional ada di angka 0,2 persen. Penelitian menunjukkan bahwa satu dari dua penasun (pengguna narkoba suntik) pernah berada di lembaga pemasyarakatan (lapas), sehingga populasi ini harus diperhatikan agar infeksi tidak menular ke masyarakat,” ujarnya.

Untuk itu Erni mengatakan berbagai penelitian untuk diagnosis, pengobatan, dan usulan kebijakan, maupun penelitian dasar untuk mempelajari sebab dan perjalanan penyakit telah dilakukan sampai saat ini.

Sebagai contoh, ucapnya, penelitian skrining HIV pada warga binaan pemasyarakatan yang baru memasuki lapas terbukti efektif untuk mendiagnosis HIV secara dini, sehingga diadopsi menjadi kebijakan nasional.

Adanya skor klinis untuk diagnosis penyakit infeksi, seperti demam tifoid, dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dengan lebih akurat sekaligus mencegah penggunaan antibiotika yang tidak tepat.

Selain penelitian diagnostik, kata dia, uji klinis vaksin malaria falciparum pada prajurit TNI yang sedang bertugas di Papua kini sedang berlangsung. Di samping itu, optimasi pengobatan untuk pencegah kekambuhan pada Malaria Vivax juga tengah dilaksanakan.

Berdasarkan sejumlah hal tersebut, Erni menilai penggunaan kecerdasan buatan atau AI dapat dimanfaatkan untuk dapat membantu menyelesaikan sejumlah permasalahan penyakit tropikal infeksi tersebut.

“Meski menghadapi berbagai tantangan, kemajuan ilmu dan teknologi seperti AI dapat dimanfaatkan. AI berguna untuk analisis big data, penelitian biomolekular, dan genomik untuk meningkatkan proses diagnosis yang lebih cepat,” tutur Erni Juwita Nelwan.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *