Tepat hari ini, salah satu periatiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia, terjadi. Presiden Kedua Republik Indnesia (RI), Suharto, harus melepas jabatan. Waktu itu, saya masih berstatus pelajar kelas 3 SMA. Hehe… Ya, saya masih ingat tanggal bersejarah tersebut yakni 21 Mei 1998, secara resmi Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada Habibie, pejabat Wakil Presiden (Wapres) waktu itu.
Penyerahan kekuasaan yang telah dipegang Soeharto selama 32 tahun tersebut, dianggap juga sebagai akhir dari kedigjayaan Orde Baru (Orba), sekaligus menandakan kelahiran Era Reformasi yang seperti kita kenal hingga kini.
Kejatuhan Soeharto bersama Orbanya, tidak lepas dari gerakan mahasiswa dan masyarakat, yang waktu itu disatukan oleh rasa ketidakpuasaan selama puluhan tahun tethadap pemerintahan mantan Pangkostrad tersebut.
Kepemimpinan yang dianggap otoriter, korup, nepotisme, serta berbagai alasan lain, adalah akar dari ketidakpuasan masyarakat Indonesia di era Orba.
Dalam pemberitaan Kompas (5/2018), situasi politik saat itu memang penuh dinamika, terutama setelah Peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat terjadi.
Pemerintahan Soeharto dinilai menjadi penyebab terjadinya peristiwa itu, yang lebih dikenap sebagai Peristiwa Sabtu Kelabu. Kala itu, Megawati Soekarnoputri (Presiden Kelima RI) dicopot dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI, sehingga menimbulkan dualisme partai.
Sejarah ini juga dianggap sebagai lahirnya kembali demokrasi yang benar. Karena selama pemerintahan Orba, terjadi berbagai bentuk pengekangan kebebasan terhadap masyarakat, termasuk dunia pers.
Namun, apakah setelah 24 tahun berakhirnya Orba dan kekuasan otoriter almarhum Presiden Soeharto, Indonesia telah menjadi semakin baik? Mari kita renungkan sambil memikirkan, kenapa korupsi masih saja merajarela. (andre)